Posted By: Redaksi
Reportase Bengkulu.com, Bengkulu Utara – Proses penetapan kelompok pakar atau tenaga ahli di lingkungan DPRD Kabupaten Bengkulu Utara kembali mengundang sorotan tajam publik. Di balik meja birokrasi yang tampak tenang, rupanya bergemuruh tarik ulur kepentingan yang kian mencemaskan. Hingga pertengahan April 2025, Surat Keputusan (SK) pengangkatan lima nama yang telah diusulkan secara resmi oleh pimpinan DPRD tak kunjung ditandatangani oleh Sekretaris DPRD. Keterlambatan yang tidak lazim ini memunculkan dugaan kuat adanya intervensi dari pihak luar—bahkan disebut-sebut berasal dari seorang mantan kepala daerah yang masih memiliki pengaruh besar di balik layar kekuasaan.
Sebuah bukti tertulis berupa nota dinas bernomor 170/103/PD/2025 tertanggal 8 April 2025, memperlihatkan dengan jelas bahwa pimpinan DPRD telah menyampaikan usulan resmi kepada Sekretaris DPRD. Dalam nota tersebut, tercantum lima nama yang direkomendasikan untuk diangkat sebagai kelompok pakar atau tim ahli legislatif:
Mahdi Singarimbun, SE
Leo Kapisa, S.IP
Kristianto P. Nugroho, SH.MH
Syafrianto Daud, S.Sos
Slamet Waluyo Sucipto, SH
Pengusulan ini mengacu pada dasar hukum yang kuat, yakni Pasal 163 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Pasal 135 ayat (4) Peraturan DPRD Nomor 01 Tahun 2024 tentang Tata Tertib DPRD. Dengan prosedur yang telah ditempuh secara sah dan formal, ketiadaan tindak lanjut dari Sekretaris DPRD menjadi sebuah misteri birokrasi yang sulit dimengerti.
Dari balik tirai ruang rapat, seorang sumber internal yang enggan disebutkan namanya menyampaikan bahwa keterlambatan ini bukan semata persoalan teknis atau kelalaian administratif. “Ada tekanan dari pihak luar. Bahkan kuat dugaan berasal dari seorang mantan kepala daerah yang dulunya memiliki kekuasaan besar. Beberapa nama yang diajukan dinilai tidak sesuai dengan ‘selera’ tokoh tersebut,” ungkapnya dengan nada serius.
Dugaan intervensi ini pun menyeret publik pada pertanyaan yang lebih dalam: sampai sejauh mana bayang-bayang kekuasaan lama masih bisa mencengkeram kebijakan strategis DPRD saat ini? Dan mengapa Sekwan, sebagai pejabat administratif tertinggi di sekretariat dewan, terlihat tak berdaya dalam mengeksekusi kewenangannya?
Sumber tersebut menegaskan bahwa praktik semacam ini tak boleh dibiarkan membusuk dalam sistem. “Jika benar ada intervensi dari mantan kepala daerah, maka ini bukan hanya soal etika, tapi sudah menyentuh prinsip demokrasi dan independensi lembaga legislatif. Harus ada penelusuran yang serius. Kita minta Sekwan menjelaskan secara terbuka kepada publik, mengapa SK itu belum juga diteken,” ujarnya tegas.
Hingga berita ini diterbitkan, redaksi ReportaseBengkulu.com masih berupaya untuk menghubungi Sekretaris DPRD Bengkulu Utara, Eka Hendriyadi, guna mendapatkan klarifikasi langsung. Namun, hingga saat ini, yang bersangkutan belum berhasil dihubungi.