Pernyataan “Takedown Media” Gubernur Bengkulu Dinilai Intimidatif, APPI Soroti Ancaman terhadap Kebebasan Pers

ReportaseBengkulu.com, Bengkulu – Pernyataan Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, yang meminta media “di-take down” saat menjawab pertanyaan wartawan dalam wawancara doorstop pada Kamis (15/5/2025), menuai respons keras dari kalangan pelaku usaha media. Asosiasi Pengusaha Pers Indonesia (APPI) menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk tekanan terhadap kebebasan pers dan bertentangan dengan semangat demokrasi.

Ungkapan itu disampaikan Gubernur Helmi Hasan saat menjawab pertanyaan sejumlah wartawan terkait keluhan masyarakat atas kebijakan opsen pajak. Wawancara berlangsung sekitar pukul 10.27 WIB di lingkungan Kantor Wali Kota Bengkulu dan terekam dalam sejumlah dokumentasi video dan audio jurnalis.

“Dan bagi media-media yang sudah bikin berita hoaks, tolong di-take down. Kalau tidak, medianya kita take down,” ucap Helmi dalam wawancara tersebut.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum APPI, Aprin Taskan Yanto menyayangkan pernyataan Gubernur Helmi Hasan yang dinilai tidak mencerminkan sikap terbuka terhadap kritik publik maupun pemberitaan media.

“Pernyataan tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk intimidasi verbal terhadap institusi pers. Ini menciptakan preseden buruk bagi iklim kebebasan pers di daerah,” ujar Aprin kepada media ini Sabtu (17/5/2025).

Menurut Aprin, apabila seorang pejabat publik merasa dirugikan oleh sebuah pemberitaan, terdapat mekanisme hukum dan etis yang dapat ditempuh, bukan dengan ancaman atau tekanan langsung kepada media.

“UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas menjamin kemerdekaan pers. Jika terdapat keberatan atas isi berita, dapat digunakan hak jawab, hak koreksi, atau melapor ke Dewan Pers. Bukan justru mengancam akan men-takedown media,” tambahnya.

APPI menekankan bahwa penilaian terhadap sebuah berita sebagai hoaks harus melalui proses verifikasi yang sah, bukan berdasarkan persepsi sepihak. Labelisasi semacam itu, lanjut Ahmad, tidak bisa dijadikan dasar untuk menekan media atau membatasi akses informasi publik.

“Yang berwenang menyatakan sebuah informasi sebagai hoaks adalah lembaga yang memiliki otoritas dan kompetensi dalam pemeriksaan fakta, seperti Kementerian Kominfo atau kepolisian. Bukan pejabat publik berdasarkan penilaian pribadi,” ujarnya.

Lebih lanjut, APPI mengingatkan bahwa pers adalah salah satu pilar demokrasi yang memiliki fungsi kontrol terhadap kekuasaan. Ancaman, baik dalam bentuk ucapan maupun tindakan, dinilai bisa berdampak terhadap independensi media dan kebebasan berekspresi masyarakat.

“APPI mendesak agar Gubernur Bengkulu memberikan klarifikasi terbuka atas pernyataan tersebut. Kami berharap kejadian ini menjadi refleksi bagi seluruh pejabat publik untuk lebih menghormati peran media dalam demokrasi,” tutur Aprin Taskan Yanto 

Di sisi lain, Ketua DPD asosiasi pengusaha Pers Indonesia APPI Bengkulu Utara Dikkie juga mengungkapkan keprihatinannya atas pernyataan tersebut. Menurutnya, tekanan terhadap media justru berpotensi menciptakan ketegangan antara pemerintah dan insan pers.

“Pernyataan itu bisa menimbulkan persepsi negatif dan mengganggu hubungan komunikasi antara pemerintah dan media. Gubernur Helmi perlu membuka ruang dialog untuk meredakan situasi,” kata Dikkie

Ia mendorong agar ke depan, komunikasi antara pejabat publik dan media dibangun secara lebih konstruktif, terbuka, dan saling menghormati peran masing-masing.

Hingga laporan ini disusun, belum ada pernyataan resmi dari Gubernur Bengkulu terkait klarifikasi atas ucapannya.

Related posts
Tutup
Tutup