Reportase Bengkulu.com , Jakarta, Indonesia – Pernyataan kontroversial Menteri Desa dalam sebuah rapat yang terekam dalam video dan menyebar luas di media sosial memicu gelombang protes dari komunitas pers dan organisasi masyarakat sipil. Dalam video tersebut, yang direkam pada Minggu (2/2/2025), Menteri Desa terlihat tengah berdiskusi dengan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri, Komjen M. Fadhil Imran. Namun, yang menjadi sorotan adalah pernyataannya yang menyebut adanya oknum dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan wartawan sebagai “bodrek” – istilah yang sering dikaitkan dengan pihak-pihak yang dianggap tidak profesional atau bertindak tidak etis demi keuntungan pribadi.
Ketua Umum Asosiasi Pemimpin Perusahaan Pers Indonesia (APPI), Aprin Taskan Yanto, bereaksi keras terhadap pernyataan tersebut. Menurutnya, ucapan sang menteri tidak hanya menegaskan profesi wartawan, tetapi juga berpotensi merusak citra pers yang selama ini berperan sebagai pilar demokrasi dalam mengawal kebijakan publik.
“Pernyataan Menteri Desa ini sontak menjadi sorotan dan menuai reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama dari komunitas pers dan organisasi masyarakat sipil. Generalisasi semacam ini sangat berbahaya karena dapat mendiskreditkan para jurnalis dan aktivis yang bekerja secara profesional dalam mengungkap berbagai persoalan publik,” tegas Aprin.
Kecaman terhadap pernyataan tersebut pun semakin meluas. Sejumlah organisasi pers dan LSM mendesak Menteri Desa untuk segera memberikan klarifikasi serta meminta maaf secara terbuka. Mereka menyatakan bahwa peran media dan organisasi masyarakat sipil sangat krusial dalam mengawasi tata kelola pemerintahan, termasuk di tingkat desa.
Di tengah derasnya kritik yang berkembang, masyarakat kini menanti sikap resmi dari pihak terkait. Apakah pernyataan tersebut hanya sekedar kekhilafan semata, atau justru mencerminkan sikap pemerintah terhadap kontrol sosial yang dilakukan oleh pers dan organisasi masyarakat sipil?
Tak hanya menuntut klarifikasi, Aprin Taskan Yanto pun memberikan ultimatum. “Bila dalam waktu 2×24 jam Menteri Desa tidak menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pers se-Indonesia, maka kami atas nama organisasi pers akan menggelar aksi memperkuat besar-besaran di Kantor Kementerian Desa di Jakarta, yang akan berlanjut ke DPR RI,” tegasnya.
Pernyataan Aprin menegaskan bahwa kebebasan pers bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan. Masyarakat sipil kini menunggu apakah pemerintah akan menanggapi tuntutan ini dengan bijak, atau justru membiarkan polemik semakin membesar.